Kewajiban K3 dan Hak K3 Bagi Pengusaha dan Pekerja

Kewajiban K3 atau kewajiban keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur oleh beberapa peraturan di Indonesia. Kewajiban K3 tersebut ditujukan baik bagi pengusaha dan bagi tenaga kerja. Simak penjelasan tentang kewajiban K3 berikut.

Kewajiban K3 pada Undang-undang nomor 1 Tahun 1970

Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja telah mengatur kewajiban keselamatan dan kesehatan kerja bagi pengurus serta tenaga kerja. Pasal 12 UU nomor 1 tahun 1970 mengatur tentang kewajiban dan hak bagi tenaga kerja sementara Pasal 14 mengatur kewajiban pengurus.

Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja

Pasal 12 UU nomor 1 Tahun 1970 menyebutkan kewajiban K3 dan hak K3 bagi tenaga kerja.

Pasal 12

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan ataukeselamatan kerja;

b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

Kewajiban Pengurus

Pasal 14 UU nomor 1 Tahun 1970 menyebutkan kewajiban keselamatan dan kesehatan kerja bagi pengurus.

Pasal 14

Pengurus diwajibkan:

a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

Kewajiban lain

Selain pasal 12 dan pasal 14, kewajiban-kewajiban keselamatan dan kesehatan kerja juga diatur pada pasal lain pada Undang-undang nomor 1 tahun 1970.

Pasal 8

(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

Pasal 9

(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;

c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

(2) Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.

(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

Pasal 11

(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

Pasal 13

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

Kewajiban dan Hak di Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Selain Undang-undang nomor 1 tahun 1970, kewajiban dan hak K3 juga diatur oleh undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 86 dan 87:

Pasal 86

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 87

(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Hak dan Kewajiban K3 di Peraturan lain

Kewajiban dan hak keselamatan dan kesehatan kerja tersebar pada peraturan-peraturan lain yang ada di Indonesia. Peraturan ini dapat berasal dari Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, Kementerian ESDM dan lain-lain.

Peraturan Pemerintah nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja menyebutkan bahwa:

Pasal 5

(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:

a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau

b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

(3) Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar internasional

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 38 tahun 2016 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pesawat tenaga produksi menyebutkan bahwa:

Pasal 2

(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menerapkan syarat-syarat K3 Pesawat Tenaga dan Produksi.

(2) Syarat-syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Peraturan Menteri Perindustrian nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-Ind/Per/9/2009 Tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi Dan Label Pada Bahan Kimia:

Pasal 11

(1) Setiap pelaku usaha yang memproduksi bahan kimia dan/atau produk konsumen wajib:

a. Menentukan klasifikasi bahaya bahan kimia dan/atau produk yang diproduksinya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;

b. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 pada kemasan bahan kimia dan/atau produk;

c. Membuat LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 pada setiap bahan kimia dan/atau produk; dan

d. Melakukan kaji ulang LDK dan label setiap ada perubahan atau paling sedikit setiap 5 (lima) tahun sekali.

(2) Setiap pelaku usaha yang melakukan pengemasan ulang bahan kimia, wajib untuk:

a. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

b. Mencantumkan nama dan alamat pengemas ulang, dan berat/volume bersih bahan kimia yang dikemas ulang; dan

c. Menyertakan LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk setiap bahan kimia.

(3) Setiap pelaku usaha yang telah melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembina Industri atas penerapan GHS pada label dan LDK untuk setiap produknya.

(4) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.