Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Menurut Jamsostek pada tahun 2012, kecelakaan kerja di Indonesia telah menyentuh angka 103.000 kasus hanya dalam 1 tahun. Jika dirata-rata, 9 pekerja Jamsostek meninggal akibat kecelakaan kerja setiap harinya. Hal tersebut tentunya tidak mengherankan apabila kita melihat jumlah perusahaan skala besar yang menerapkan Sistem Manajemen K3 yang hanya 2.1% saja dari 15.000 perusahaan.
Penerapan K3 sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari perusahaan yang memperkerjakan atau –bahasa kasarnya- yang mempertemukan para pekerja dengan bahaya-bahaya kerja. Namun, tak semua perusahaan memiliki Sistem Manajemen K3 yang baik karena beberapa alasan, salah satu alasan paling klasik adalah program K3 hanya menambah beban biaya bagi perusahaan.
Padahal, program-program K3 banyak memiliki arti penting bagi perusahaan itu sendiri jika perusahaan tersebut mau untuk menganalisis arti penting keselamatan kerja lebih dalam. Arti penting keselamatan kerja bagi perusahaan antara lain adalah:
• Pemenuhan terhadap persyaratan (compliance)
Nilai pemenuhan persyaratan ini boleh dibilang adalah nilai paling bawah dalam pentingnya K3 karena apabila perusahaan hanya terpaku pada pemenuhan persyaratan saja dalam K3, itu berarti perusahaan hanya mengambil sifat reaktif bukan proaktif dalam mencegah kecelakaan kerja. Akibatnya, perusahaan tidak begitu peduli tentang peningkatan-peningkatan K3 dan cenderung menabrakannya dengan produktifitas.
Pemenuhan persyaratan ini tidak melulu dari regulasi nasional saja, pemenuhan persyaratan ini juga bisa persyaratan dari perusahaan pemilik kontrak kerja (owner dalam posisi kita sebagai kontraktor atau subcont), Kantor pusat (head quarter/ General Office/ Group Policy), dan auditor.
Perusahaan yang memandang K3 hanya sebagai compliance, hanya akan menunjukkan aspek K3 nya ketika ada audit atau inspeksi dari atasannya. Mereka akan menampakkan kondisi sebenarnya jika auditor atau atasannya sudah pergi
• Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social responsibility)
K3 juga dapat menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan karena apabila ada kecelakaan kerja yang fatal, lingkungan sekitar perusahaan dapat langsung terkena imbas dari kecelakaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan wajib menjaga proses produksinya agar tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Contoh nyata dampak langsung kecelakaan kerja untuk lingkungan adalah kasus kebakaran pabrik kertas PT Fajar Paper di Kabupaten Bekasi yang debu dari asap kebakarannya menyebar hingga radius 12 km. Ada juga kasus ledakan kilang minyak milik BP yang menewaskan 11 orang dan membuat Teluk Meksiko tercemar parah.
• Menjaga asset
Banyak kasus-kasus kecelakaan kerja yang langsung membuat perusahaan bangkrut. Kasus tenggelamnya Titanic dan jatuhnya Pesawat Mandala Air adalah sebagai contoh.Bahkan, ada beberapa kasus Kecelakaan Kerja yang sempat menggoyang pemerintahan suatu Negara, misalnya kasus tertimbunnya pekerja tambang di Turki dan kasus tenggelamnya kapal wisata di Korea Selatan. Maka benarlah kata para professional keselamatan kerja bahwa safety is not everything, but everything will be nothing without safety (keselamatan kerja bukanlah segalanya, namun segalanya tak akan berarti tanpa keselamatan)
Karyawan, gedung pabrik dan fasilitas pabrik adalah asset perusahaan yang harus perusahaan jaga. Aset-aset tersebut harus perusahaan pastikan dapat berfungsi hingga jangka waktu yang panjang (sustain). Perusahaan tentunya akan mengalami kerugian yang besar jika suatu saat aset tersebut mengalami gangguan sehingga berdampak negatif pada proses produksinya. Oleh karena itu, melalui Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Perusahaan dapat memastikan aset-aset tersebut berfungsi hingga jangka waktu yang lama.
• Meningkatkan produktifitas
Kadang perusahaan-perusahaan membenturkan adalah keselamatan kerja dengan produktifitas. Mereka menganggap keselamatan kerja sebagai biaya (cost) dan juga membuat mereka mengeluarkan waktu ekstra untuk mematuhi prosedur-prosedur keselamatan kerja yang kadang terlalu rumit untuk mereka.
Padahal,program Keselamatan Kerja tak selamanya berbanding terbalik dengan produktifitas. Program ergonomik misalnya, seperti tulisan saya sebelumnya, bisa meningkatkan produktifitas karyawan karena dan memotong waktu dari aktifitas pekerjaan serta menurunkan tingkat keletihan operator. Contoh lagi pada program penutupan (covering) konveyor untuk melindungi pekerja dari bahaya tersangkut di konveyor dapat melindungi konveyor dari debu sehingga akan lebih tahan lama.
Bagi saya, apalah artinya 1-2 menit ekstra untuk prosedur keselamatan kerja untuk menyelamatkan seluruh kehidupan pekerja daripada 1-2 menit lebih cepat yang justru dapat membuat seluruh kehidupan pekerja hilang dalam sekejap karena kecelakaan kerja.
• Menjadi perusahaan yang memanusiakan pekerjanya (Humanized company)
Semua perusahaan, kecil atau besar, selalu menginginkan keuntungan yang selalu meningkat tapi tak semua perusahaan menginginkan peningkatan performa keselamatan kerja. Padahal mereka memperkerjakan para karyawan yang sebagian besar di antara mereka adalah kepala keluarga atau tulang punggung dari sebuah keluarga.
Itu berarti, ketika ada salah seorang pekerja dari sebuah perusahaan tewas karena kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggal pekerja tersebut akan mengalami kesulitan ekonomi. Dari kesulitan ekonomi tersebut, tidak mengherankan , apabila dari keluarga tersebut lahir pengemis, pencuri atau bahkan perampok demi sesuap nasi. Dengan demikian, setiap perusahaan yang membiarkan karyawannya meninggal sama saja telah menciptakan pengemis,pencuri dan perampok secara tidak langsung.
Setiap perusahaan wajib menjadi perusahaan yang memanusiakan pekerjanya dalam arti semua pekerjaan yang dibebankan kepada para pekerja harus dalam lingkup kemampuan manusia dan tidak membahayakan pekerja mereka sendiri.